Latar Belakang
Mewujudkan
generasi handal, unggul, dan berbudi adalah harapan setiap pendidik. Tidak
terlalu muluk, sekurang-kurangnya generasi tersebut lebih baik dengan generasi
sebelumnya. Keberhasilan mereka, kehebatan mereka, merupakan kebanggaan kita
sebagai seorang pendidik. Oleh karena itu pendidik yang sukses adalah pendidik
yang mampu menciptakan generasi yang lebih baik dari dirinya.
Keberhasilan
pendidik tentu tak mudah diwujudkan. Apalagi di zaman teknologi semakin
canggih. Pergaulan, informasi apa pun yang kita inginkan dapat dengan mudah
kita peroleh. Pergaulan generasi sekarang tanpa batas. Mereka bisa melakukan
apa saja dengan mudah. Fasilitas serba ada. Tinggal bagaimana kita memfilter segala
informasi dan kecanggihan teknologi tersebut untuk disajikan kepada generasi
penerus bangsa. Agar mereka menjadi generasi yang kita mimpikan. Semua itu
tanggung jawab bersama.
Siapa
generasi unggul yang beretika? Dialah yang mampu meneruskan cita-cita para
pejuang Indonesia. Dialah yang mampu menghadapi tantangan kemajuan zaman.
Dialah yang mampu mengendalikan sumber daya alam yang dimiliki oleh nusantara.
Tentunya yang jujur, serta memiliki kepribadian yang bisa diandalkan. Yaitu
generasi yang gemilang.
Mundur
majunya suatu bangsa bergantung pada generasi mudanya. Jika dalam suatu bangsa
dan negara memiliki generasi yang gemilang, maka bangsa tersebut akan menjadi
negara yang maju. Kegemilangan anak bangsa bisa diukur dengan pendidikan. Jika
pendidikan di sebuah negara itu baik, maka akan tercipta generasi yang baik.
Sebaliknya, jika dalam suatu negara proses pendidikannya jelek, maka tercipta
generasi yang amburadul. Pada dasarnya setiap anak bangsa tentunya memiliki
cita-cita yang baik, akan tetapi cita-cita tersebut harus didukung dan
difasilitasi dengan berbagai sistem, di antaranya adalah sistem Literasi.
Gerakan
Literasi sekolah memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015.
Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca
buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini bertujuan untuk
menumbuhkan minat baca murid serta meningkatkan ketrampilan membaca agar pengetahuan
dapat dikuasai dengan baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa
kearifan local, nasional, dan global sesuai dengan perkembangan murid., dan
memotivasi siswa agar mempunyai mimpi yang lebih baik.
Dalam
penyelenggaraan pendidikan tidak akan berhasil tanpa dibarengi dengan
pelaksanaan yang baik. Selain itu juga budaya belajar yang baik, metode yang
baik, prinsip yang baik, dan memotivasi murid agar memunyai cita-cita yang
lebih baik. Untuk menjalankan semua itu maka harus menggerakkan literasi di
sekolah dengan sebaik-baiknya. Maka kini penulis menulis artikel ini berjudul
“Dengan Literasi Ciptakan Generasi Unggul dan Beretika”.
Pembahasan
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempercepat arus globlasisasi. Persaingan
dalam kancah nasional maupun internasional semakin cepat. Apalagi Indonesia
sudah masuk era revolusi 4.0. Untuk menghadapi persaingan tersebut diperlukan
manusia-manusia unggul yang beretika. Hanya manusia unggul yang beretikalah
yang mampu memenangkannya. Keunggulan tersebut sebaiknya tidak hanya secara
pribadi, namun bisa berkelompok, hingga unggul sebangsa dan setanah air.
Generasi
unggul yang beretika dapat diartikan sebagai generasi yang lebih baik dan
berusaha keras untuk meraih prestasi. Generasi yang memiliki kecerdasan dan
karakter yang mantap di dalam dirinya, selalu berdampak positif bagi diri
sendiri, sesama, dan lingkungannya. Generasi tersebut juga telah mengalami
pembentukan rasio secara matang di dalam dirinya. Sehingga mampu menghindari
setiap perilaku tak bermoral dan kontra produktif lainnya.
Untuk
menjadi generasi unggul yang beretika bukan sebuah kebetulan. Melainkan hasil
dari proses yang diciptakan dan harus dimulai sejak dini. Menurut Byrnes,
pendidikan anak usia dini akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa
ke depannya. Hal itu penting, karena di usia inilah akan terbentuk pendidikan
yang bagus.
Menciptakan
generasi unggul memang sulit dan butuh perjuangan. Namun akan lebih sulit jika
manusia hidup tanpa sikap unggul yang melekat pada dirinya. Prasyarat untuk
menjadi manusia yang unggul dan beretika yaitu memiliki kemampuan mengoreksi
sikap mentalnya, lingkungan, dan sistem yang harus kondusif, dan memperbanyak
silaturrahim. (Gymnastiar, 2002)
Kemampuan
mengoreksi sikap mental bertujuan supaya bisa lebih ulet dan gigih dalam memacu
dan menempah diri dibandingkan dengan orang lain. Sementara lingkungan berperan
penting untuk menciptakan sebuah prestasi. Hal ini diyakini oleh penganut
aliran behaviorisme, bahwa lingkungan pengaruhnya sangat besar terhadap
perkembangan hidup seseorang. Oleh karena itu, generasi unggul yang beretika harus
diciptakan dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan.
Seperti
yang kita ketahui bahwa manusia memiliki kecerdasan berbeda-beda. Ada empat
kecerdasan manusia, di antaranya: kecerdasan fisik, kecerdasan mental,
kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Demikian juga seorang murid,
sebagai guru kita harus menggali dan mengembangkan kecerdasan yang dimiliki
murid. Dengan harapan akan tercipta generasi yang gemilang.
Membangun
karakter dan watak generasi gemilang melalui pendidikan mutlak diperlukan. Hal
tersebut tidak hanya dilakukan di sekolah, namun dimulai dari lingkungan rumah
dan masyarakat. Baik di lingkungan rumah maupun masyarakat diperlukan tokoh-tokoh
yang patut diteladani. Di lingkungan sekolah, guru, kepala sekolah, dan tenaga
kependidikan secara tidak langsung juga menjadi teladan bagi para murid. Dengan
demikian untuk membentuk karakter murid dimulai dari teladan para pendidik,
terutama guru.
Karekter
tidak dapat dikembangkan secara cepat dan instan, tetapi melalui proses yang
panjang dan sistemik. Pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan
tahap-tahap perkembangan anak usia dini sampai dewasa. Pernyataan tersebut
didukung oleh pemikiran Kohlberg (1992) bahwa ada empat tahap pendidikan
karakter yang perlu dilakukan, yaitu
(a) tahap pembiasaan sebagai awal
perkembangan karakter anak, (b) tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai,
sikap, perilaku, dan karakter murid, (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan
tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari, dan (d) tahap pemaknaan yaitu tahap
refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku
yang telah mereka pahami dan lakukan. Jika seluruh tahap ini telah dilalui,
maka pengaruh pendidikan terhadap pembentukan karakter murid akan berdampak
secara berkelanjutan.
Dari
pernyataan-pernyataan di atas, kita bisa menggarisbawahi bahwa untuk
menghasilkan generasi unggul, cerdas, dan berkarakter maka orientasi pendidikan
tidak hanya berfokus pada kecerdasan saja, tetapi juga pada kekuatan
nilai-nilai moral yang harus diterapkan dalam keseharian. Selain itu pendidikan
karakter harus dimulai dari sejak dini dan didukung dengan peran serta orang
tua, masyarakat, dan sekolah. la akhirnya generasi Indonesia memiliki karakter
yang baik yang secara spontan akan tercermin pada tingkah laku kesehariannya.
Setelah
Indonesia memiliki generasi gemilang dan berkarakter, maka tugas guru belum
selesai. Ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Bagaimana mengantarkan
generasi gemilang mengahadapi tantangan revolusi 4.0. Tentunya tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus dilakukan, salah satu di
antaranya terus memotivasi untuk memperluas wawasan. Luasnya wawasan bisa
dilakukan dengan membudayakan literasi yang sebenarnya. Hingga akhirnya murid
bisa berdaya yang berwirausaha.
Literasi
merupakan kemampuan menalar yang berkait dengan kemampuan analisa, sintesa, dan
evaluasi informasi yang bisa ditumbuhkan dengan terintegrasi dalam pelajaran.
Banyak miskonsepsi tentang literasi. Membaca buku 15 menit sebelum pembelajaran
dimulai, merupakan kegiatan yang dianggap sebagai beban semata. Mengapa
demikian? Sebagian besar masyarakat memaknai literasi adalah membaca. Kenyataannya
bukan demikian, literasi berhubungan dengan banyak hal. Hingga akhirnya
menumbuhkan kreativitas dan inovasi murid.
Manfaat
literasi meliputi berbagai aspek perkembangan. Bukan hanya kognitif, namun
mencakup juga sosial, bahasa, dan emosi. Literasi berkait dengan keterampilan
belajar dan mengambil keputusan, juga penyesuaian diri dengan lingkungan. Salah
satu ciri masyarakat di masa kini yang nantinya ada di masa depan adalah jumlah
informasi yang sangat banyak, jenis pekerjaan yang menuntut penalaran tingkat
tinggi, semua itu membutuhkan literasi.
Kesimpulan
Lengkaplah
sudah jika generasi gemilang, berkarakter, serta luas wawasannya. Guru tinggal
mengarahkan kemana murid mengembangkan wirausahanya. Baik di bidang tulis
menulis maupun wira usaha lainnya. Berkaca dari Menteri Pendidikan Nadim
Makarim, sebelum menjabat sebagai pengusaha Gojek yang sangat terkenal.
Terobosan-terobosan yang dilakukan beliau sangat diacungi jempol. Itulah
teladan bagi murid di zaman milenial
ini.
Untuk
mewujudkan impian penulis telah menciptakan generasi gemilang yang berdaya, telah
tersebut murid yang bernama Aisy Rahmadani. Dari kegemaran dia mengamati
lingkungan, membaca buku, dan kegiatan yang lain, otomatis dia memiliki wawasan
yang luas. Pantaslah dia berhasil menulis dua buku novel. Dan kini dia
melanjutkan studinya ke negeri Cina. Tidak hanya Aisy, masih banyak murid-murid
hebatku yang telah berinovasi dan berkreasi hingga berhasil di bidangnya.