Kurikulum Tiga Belas Menuju
Pendidikan Berkualitas
|
Dewasa ini pendidikan di Indonesia mengalami penurunan
kualitas secara signifikan. Indikatornya jelas, jika dilihat dari faktor
sekolah, banyak sekolah yang kekurangan tenaga pendidik professional dan
minimnya infrastruktur yang menunjang proses pembelajaran. Hal tersebut jelas
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Adanya
kesenjangan antara sekolah-sekolah pinggiran dengan sekolah faforit adalah bentuk permasalahan yang paling
terlihat jelas dari sekian banyaknya permasalahan yang ada dalam ranah dunia
pendidikan Indonesia. Bagaimana tidak, dengan adanya sekolah tersebut maka
sudah jelas kualitas pendidikan akan menjadi yang paling utama.
Memang,
banyak sekolah yang menjamin kualitas pendidikan mereka akan sama dengan negara
- negara lain yang lebih maju. Namun, ketika kualitas pendidikan telah mereka
gembor – gemborkan. Ironisnya, hanya segelintir anak yang dapat mencicipi
bagaimana rasanya mendapatkan pendidikan seperti di negara maju. Mengapa
Demikian? Hal tersebut berkaitan dengan mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk
dapat bersekolah disitu. Harapan para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di
tempat yang terbaik harus membentur tembok tebal bertuliskan biaya.
Sebenarnya sekolah – sekolah biasa juga tidak dapat
dikatakan kualitasnya buruk. Banyak pula sekolah – sekolah biasa yang mampu
menghasilkan siswa – siswa berprestasi. Namun tentu saja, masalah sarana
prasarana dan prestasi sekolah tersebut tentunya juga menjadi
pertimbangan untuk orang tua memilih sekolah bagi anaknya.
Dengan
demikian, maka sekolah – sekolah pinggiran akan semakin terpinggirkan sehingga
sekolah tersebut hanya memiliki sedikit kesempatan untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di sekolah tersebut.
Kemudian,
Faktor penurunan kualitas pendidikan di Indonesia juga disebabkan oleh lemahnya
karakter dari para siswa. Sudah menjadi hal biasa ketika siswa berkelahi bahkan
melakukan tawuran antar sekolah hanya disebabkan hal – hal yang sepele. Sangat
disayangkan sekali melihat hal tersebut masih sering kita jumpai di sekitar
kita.
Tidak sedikit pula siswa – siswa yang tertangkap polisi
karena sedang asik berpacaran di warnet ataupun di sudut – sudut pantai. Hal
ini menunjukan adanya degradasi moral pada siswa saaat ini. Dan sudah
seharusnya ada suatu tindakan untuk membentuk mental para siswa menjadi
lebih baik.
Seperti yang sudah selama ini mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Pendidikan
karakter menjadi hal yang banyak diperbincangkan. Melalui pendidikan karakter
tersebut diharapkan nantinya siswa dapat membentuk karakter – karakter yang
kuat dan berjati diri pada tiap siswa.
Adanya kurikulum baru yang kita kenal dengan kurikulum tiga belas diharapkan bisa mengubah fenomena pendidikan yang terpuruk menjadi lebih baik. Peserta didik tidak hanya mendulang ilmu pengetahuan, tetapi ditekankan pada sikap yang bertanggung jawab atas ilmu yang didapatkan dan yang paling penting tanggung jawab akan kebesaran yang menciptakan ilmu Dia adalah Dzat yang maha tinggi yaitu Allah SWT.
Ilustrasi berikut sebagai contoh sistem pendidikan yang sering kita jumpai.
Ilustrasi berikut sebagai contoh sistem pendidikan yang sering kita jumpai.
Di sebuah ruangan ujian, seorang guru membacakan dengan lantang tata
tertib peserta ujian dan diakhiri dengan perintah kepada para peserta didik untuk
menaruh tas/barang bawaan di depan kelas. Pembacaan tata tertib ternyata sudah
disepakati saat rapat panitia pelaksana ujian. Apa lacur? Tak ada yang
melakukannya kecuali dia seorang. Ujian tahun ini diniatkan sebagai perbaikan sistem
ujian yang bermuara pada perbaikan kualitas peserta didik. Yang diincar adalah
syahwat menyontek . Mahfum kita sadari bahwa nafsu menyontek dicurigai
sebagai embrio korupsi, kolusi dan segala hal yang kelak akan menambah porak
poranda negara ini.
Selain peran guru, kurikulum tiga belas diharap
menciptakan Atmosfer akademik yang baik, yang bertujuan untuk membentuk
karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap
ilmiah dan kreatif. Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari
interaksi antara siswa dengan guru, interaksi dengan orang tua siswa dan juga
suasana lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran sentral dalam
membangun atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan
berlaku untuk semua yang terlibat dalam sistem pendidikan.
Pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap ilmiah dan kreatif ini dalam
kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk ini kita perlu menyadari
nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah
sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya
sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam menerima hasil-hasil
intelektual tersebut. Sedangkan sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap
untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan
pengetahuan secara mandiri. Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai
kejujuran (honesty), dan nilai kekritisan (skeptics). Sedangkan untuk membangun
sikap kreatif perlu ditanamkan nilai ketekunan (perseverence), dan nilai
keingintahuan (curiosity).
Selanjutnya
nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam berbagai kode etik yang menjadi
pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari, seperti larangan
keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan bertanya, penghargaan
atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk
memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dan seterusnya.
Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya harus dilakukan setiap hari dan terus
dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.
Diharapkan
disain kurikulum 2013 nanti dilaksanakan dengan sepenuhnya. Peran guru
sangat dominan. Kreativitas dan inovasi betul-betul harus dimunculkan
oleh sang guru. Guru tidak sekedar mentransfer ilmu, tetapi juga
menekankan nilai-nilai religius yang berhubungan dengan materi yang
disampaikan. Bila hal itu terwujud dengan baik Insyaallah pendidikan
lebih berkualitas. Hingga tidak ada acara sontek-menyontek, dan negeri
kita akan bebas dari segala kolusi dan korupsi.
artikel yang sangat luar buasa. semoga menjadi solusi perubahan di dunia pendidikan.
BalasHapushttp://aby.guru-indonesia.net/artikel_detail-42783.html
Artikelnya bagus sekali bu Alfi!! saya suka bagian "Hingga tidak ada acara sontek-menyontek, dan negeri kita akan bebas dari segala kolusi dan korupsi. " dan saya baru tahu kalau penulisan kata dasar yang betul pada contek adalah sontek. Waah, ilmu saya bertambah lagi :)
BalasHapusJika ujian tulis masih diterapkan dalam kurikulum 2013, maka kegiatan menyontek masih tetap ada. Ujian tulis tidak bisa menggambarkan kompetensi siswa yang sebenarnya, karena kemungkinan besar ada kecurangan, contohnya UN.
BalasHapusKereeeeennn ibu.. materinya padat, melihat dari banyak sisi, penulis terlihat kritis dalam berasumsi. diksinya luar biasa. hehe
BalasHapusSaya menilai dari segi penataan dan penghiasan materi saja.
Terima kasih.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmengkaitkan nilai-nilai moral pada setiap mapel harus dilakukan guru sebagai bentuk pembelajaran karakter
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussetuju bu,memang seharusnya bekal untuk kurikulum 13 ini dimiliki oleh guru,siswa dan juga pemerintah sebagai pengambil kebijakan .Maju terus pantang mundur,tetap semangat !!!
BalasHapuscontek mencontek menjadi bagian dari budaya dan pendidikan yang harus diluruskan
BalasHapusSatu lagi,...sebuah karya apik. Lanjutkan!. Peranan leadership dalam menanta sekolah, baik visi dan misinya, juga keberadaan tenaga yang memiliki keahlian masing-masing person menjadi tolak ukurnya. Tiap person saling melengkapi, dan saling mengisi, sehingga inovasi bisa terbentuk. Peran serta orang tua dan siswa yang menjadi sasaran dalam kegiatan memiliki kepedulian dan kecintaan terhadap lembaga di mana mereka berada.
BalasHapus