Jumat, 15 November 2019

Belajar Menulis Cerpen Ala Milenial


Oleh Alfi Faridian
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh murid. Kegiatan menulis merupakan kegiatan menuangkan ide dalam bahasa tulis. Keterampilan yang memerlukan latihan terus menerus ini tidak semua murid menyukai. Namun tak jarang juga murid-murid yang memilih menjadi hobi utamanya.

Jangan salah memaknai kata menulis. Menulis bukan menyalin. Banyak orang beranggapan bahwa menulis adalah kegiatan yang monoton. Dikarenakan, menulis dilakukan dengan cara duduk di belakang meja, dan terus duduk sampai kita menyelesaikan tuangannya. Hal itulah terkadang murid menjadi tidak menyukai kegiatan ini.

Saat saya mengajarkan bagaimana murid memahami teks Cerpen, sempat kebingungan. Mengapa demikian? Pada materi Bahasa Indonesia yang dipelajari adalah macam-macam teks yang diidentifikasi dan dianalisis. Dan pada akhirnya murid harus bisa memproduksi teks tersebut. Saya harus memutar otak lagi, bagaimana cara menyajikan materi ini dengan menyenangkan, tentunya tidak mengulang  metode yang sama seperti materi teks sebelumnya. Ibarat menyajikan menu ke pelanggan, seorang koki harus bisa menampilkan bentuk dan model yang beda walaupun menu yang disajikan hampir sama.

Sebagai guru dituntut untuk kreatif dan selalu inovatif. Jika murid dituntut untuk bisa bersaing dengan negara lain, bagaimana dengan gurunya? Guru harus lebih bisa dari murid, walaupun guru bukan satu-satunya sumber belajar. Di tangan gurulah murid akan bisa menghadapi tantangan di zaman yang serba canggih ini. Dengan demikian, guru juga harus terus belajar untuk mengembangkan ilmu dan kompetensinya.

Ketika saya berusaha menyiapkan menu materi untuk disajikan kepada siswa, teringat permainan ular tangga yang dikolaborasikan dengan barcode. Sebuah perpaduan yang menarik antara jenis permainan masa lalu dengan barcode yang bisa diunduh melalui gawai. Dengan harapan murid akan menerima materi penuh semangat dan muda memahaminya.

Setelah mengalami uji coba media Ular Tangga Barcode siap digunakan oleh murid. Jika Anda saat masa kecil gemar bermain ular tangga tidak mengalami kesulitan. Hanya saya bedakan di setiap kotak tertempel barcode yang berisi pertanyaan. Media ini untuk memudahkan murid belajar mengidentifikasi dan menganalisis teks cerpen.
Secara bergantian masing-masing kelompok memainkan dadunya, dan mendapatkan angka berapa, lalu harus melangkah sesuai nomor yang muncul pada dadu. Setelah di-Scane, kelompok akan mendapatkan pertanyaan sesuai dengan cerpen yang sebelumnya dibagikan oleh guru. Masing-masing kelompok mendiskusikannya dan menetapkan jawaban yang betul. Jika berhasil menjawab betul mendapatkan 100 point

Keseruan media ini juga didapatkan dari permainannya. Jika saat melempar dadu lalu angka yang muncul sampai pada ular maka harus turun dan wajib bayar pajak 10 point, sedangkan jika sampai pada tangga maka ada bonus 25 point. Akhirnya masing-masing kelompok tertantang untuk mendapatkan point sebanyak-banyaknya. Begitu seterusnya hingga permainan berakhir.

Setelah murid memahami teks cerpen, saatnya berlatih bagaimana menulis cerpen dengan indah. Agar semakin keren guru terus berinovasi. Baik media maupun metode pembelajarannya. Bagaimana murid bisa menulis dengan senang dan gembira?
Di pertemuan kedua, murid di kelas yang sama saya kelompokkan menjadi tiga. Kelompok pertama golongan yang tidak suka menulis, kelompok kedua sedang-sedang saja, sedangkan kelompok ke tiga mereka yang memiliki hobi menulis. Ternyata di kelas tersebut didominasi oleh murid-murid yang tidak suka menulis. Setelah saya tanya alasan mengapa mereka tidak suka menulis, jawabnya “malas”, “lebih suka berbicara”, “tidak ada mood”, “capek” dan seterusnya. Sedangkan yang sedang-sedang saja, mereka menjawab “ketika sedang menulis, tiba-tiba buntu”. Ketika pertanyaan yang sama yang ungkapkan kepada murid-murid yang memiliki hobi menulis, rata-rata mereka sudah membiasakan diri menulis jika ada permasalahan. Ada yang punya buku harian dan sebagainya.

Bagaimana membangkitkan murid yang sudah tidak memiliki kesukaan pada menulis? Mereka menganggap menulis adalah kegiatan yang membosankan, membuat ngantuk, dll. Dan itu terjadi pada hampir separuh jumlah murid di setiap kelas. Ini adalah tantangan seorang guru. Guru harus selalu memotivasi murid untuk melakukan inovasi-inovasi positif, termasuk menulis.

Setelah mengetahui keadaan murid di kelas tersebut, maka saya harus melakukan sesuatu. Mereka saya ajak mengungkapkan pendapatnya tentang “menulis itu tidak ada kata terlambat”di kertas yang sudah saya sediakan. Setelah mereka mengungkapkan opininya, tulisan tersebut ditempel di dinding kelas, dan masing-masing murid harus membacanya. Jika mereka menyukai salah satu opini temannya, wajib memberikan pendapat. Setelah saya perhatikan opini mereka luar biasa, dan bagus-bagus. Kemudian dengan langkah yang sama, mereka harus memberikan opini tentang “menulis itu tidak harus dari bakat” dengan kegiatan yang sama, ternyata ide-ide mereka sangat cemerlang. Nah, di sinilah saatnya saya membangun kepercayaan dalam diri murid, bahwa mereka bisa menulis. Ternyata menulis itu bisa dimulai kapan saja. Ternyata menulis itu tidak harus sesuai bakat. Kegiatan menulis bisa dilakukan karena ada kemauan.

Kegiatan terakhir, mereka saya ajak menulis satu paragraf dengan cara menyambung kalimat. Orang pertama menuliskan satu kalimat, kemudian diberikan kepada orang kedua, dan orang kedua meneruskan kalimat kedua, begitu seterusnya sampai orang ke lima. Setelah menjadi satu paragraf, tulisan dikembalikan ke pemiliknya. Mereka tertawa bahagia, tidak disangka bahwa tulisan tersebut menjadi sebuah paragraf yang baik dan indah.

Sebelum pembelajaran berakhir, saya berikan tips-tips bagaimana menulis itu muda dilakukan. Jika tidak ada mood apa yang harus dilakukan? Kita bisa membaca karya orang lain untuk menambah dan memperkaya ide agar bisa meneruskan menulis lagi. Akhirnya mereka merasa bahwa menulis itu menyenangkan. Dengan semangat mereka  menulis cerpen. Karena pada dasarnya keterampilan menulis bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan terus diasah dan ada kemauan.

Alhamdulillah, setelah berhasil mengubah mind side murid-murid, bahwa menulis itu menyenangkan, mereka ada kemauan menulis cerpen sebagai tagihan akhir proses pembelajaran. Tidak satu pun siswa yang malas melakukannya. Tagihan itu dia selesaikan dengan gembira dan penuh rasa percaya diri. Satu keberhasilan yang sangat memuaskan bahwa yang kita lakukan bisa diterima murid-murid. Bukan tidak mudah tetapi melalui proses berinovasi dan berkreasi. Ternyata membelajarkan murid agar berhasil mencapai kompentensi harus dilakukan dengan aksi bukan sekadar tradisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 "Panoptikum Tubuh Malam" Selasa, 3 Januari 2023 Jika saja aku Memakai satu kekuatan Dalam sekejap kau akan kuhapus Aku akan berte...