Oleh
Alfi Faridian
Menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh murid. Kegiatan
menulis merupakan kegiatan menuangkan ide dalam bahasa tulis. Keterampilan yang
memerlukan latihan terus menerus ini tidak semua murid menyukai. Namun tak
jarang juga murid-murid yang memilih menjadi hobi utamanya.
Jangan
salah memaknai kata menulis. Menulis bukan menyalin. Banyak orang beranggapan
bahwa menulis adalah kegiatan yang monoton. Dikarenakan, menulis dilakukan dengan
cara duduk di belakang meja, dan terus duduk sampai kita menyelesaikan
tuangannya. Hal itulah terkadang murid menjadi tidak menyukai kegiatan ini.
Saat
saya mengajarkan bagaimana murid memahami teks Cerpen, sempat kebingungan. Mengapa
demikian? Pada materi Bahasa Indonesia yang dipelajari adalah macam-macam teks
yang diidentifikasi dan dianalisis. Dan pada akhirnya murid harus bisa
memproduksi teks tersebut. Saya harus memutar otak lagi, bagaimana cara
menyajikan materi ini dengan menyenangkan, tentunya tidak mengulang metode yang sama seperti materi teks sebelumnya.
Ibarat menyajikan menu ke pelanggan, seorang koki harus bisa menampilkan bentuk
dan model yang beda walaupun menu yang disajikan hampir sama.
Sebagai
guru dituntut untuk kreatif dan selalu inovatif. Jika murid dituntut untuk bisa
bersaing dengan negara lain, bagaimana dengan gurunya? Guru harus lebih bisa
dari murid, walaupun guru bukan satu-satunya sumber belajar. Di tangan gurulah
murid akan bisa menghadapi tantangan di zaman yang serba canggih ini. Dengan
demikian, guru juga harus terus belajar untuk mengembangkan ilmu dan
kompetensinya.
Ketika
saya berusaha menyiapkan menu materi untuk disajikan kepada siswa, teringat
permainan ular tangga yang dikolaborasikan dengan barcode. Sebuah perpaduan
yang menarik antara jenis permainan masa lalu dengan barcode yang bisa diunduh
melalui gawai. Dengan harapan murid akan menerima materi penuh semangat dan
muda memahaminya.
Setelah
mengalami uji coba media Ular Tangga Barcode siap digunakan oleh murid. Jika
Anda saat masa kecil gemar bermain ular tangga tidak mengalami kesulitan. Hanya
saya bedakan di setiap kotak tertempel barcode yang berisi pertanyaan. Media
ini untuk memudahkan murid belajar mengidentifikasi dan menganalisis teks
cerpen.
Secara
bergantian masing-masing kelompok memainkan dadunya, dan mendapatkan angka
berapa, lalu harus melangkah sesuai nomor yang muncul pada dadu. Setelah
di-Scane, kelompok akan mendapatkan pertanyaan sesuai dengan cerpen yang sebelumnya
dibagikan oleh guru. Masing-masing kelompok mendiskusikannya dan menetapkan
jawaban yang betul. Jika berhasil menjawab betul mendapatkan 100 point
Keseruan
media ini juga didapatkan dari permainannya. Jika saat melempar dadu lalu angka
yang muncul sampai pada ular maka harus turun dan wajib bayar pajak 10 point,
sedangkan jika sampai pada tangga maka ada bonus 25 point. Akhirnya
masing-masing kelompok tertantang untuk mendapatkan point sebanyak-banyaknya.
Begitu seterusnya hingga permainan berakhir.
Setelah
murid memahami teks cerpen, saatnya berlatih bagaimana menulis cerpen dengan
indah. Agar semakin keren guru terus berinovasi. Baik media maupun metode
pembelajarannya. Bagaimana murid bisa menulis dengan senang dan gembira?
Di
pertemuan kedua, murid di kelas yang sama saya kelompokkan menjadi tiga. Kelompok
pertama golongan yang tidak suka menulis, kelompok kedua sedang-sedang saja,
sedangkan kelompok ke tiga mereka yang memiliki hobi menulis. Ternyata di kelas
tersebut didominasi oleh murid-murid yang tidak suka menulis. Setelah saya
tanya alasan mengapa mereka tidak suka menulis, jawabnya “malas”, “lebih suka
berbicara”, “tidak ada mood”, “capek” dan seterusnya. Sedangkan yang
sedang-sedang saja, mereka menjawab “ketika sedang menulis, tiba-tiba buntu”.
Ketika pertanyaan yang sama yang ungkapkan kepada murid-murid yang memiliki
hobi menulis, rata-rata mereka sudah membiasakan diri menulis jika ada
permasalahan. Ada yang punya buku harian dan sebagainya.
Bagaimana
membangkitkan murid yang sudah tidak memiliki kesukaan pada menulis? Mereka
menganggap menulis adalah kegiatan yang membosankan, membuat ngantuk, dll. Dan
itu terjadi pada hampir separuh jumlah murid di setiap kelas. Ini adalah
tantangan seorang guru. Guru harus selalu memotivasi murid untuk melakukan
inovasi-inovasi positif, termasuk menulis.
Setelah
mengetahui keadaan murid di kelas tersebut, maka saya harus melakukan sesuatu.
Mereka saya ajak mengungkapkan pendapatnya tentang “menulis itu tidak ada kata
terlambat”di kertas yang sudah saya sediakan. Setelah mereka mengungkapkan
opininya, tulisan tersebut ditempel di dinding kelas, dan masing-masing murid
harus membacanya. Jika mereka menyukai salah satu opini temannya, wajib
memberikan pendapat. Setelah saya perhatikan opini mereka luar biasa, dan
bagus-bagus. Kemudian dengan langkah yang sama, mereka harus memberikan opini
tentang “menulis itu tidak harus dari bakat” dengan kegiatan yang sama,
ternyata ide-ide mereka sangat cemerlang. Nah, di sinilah saatnya saya
membangun kepercayaan dalam diri murid, bahwa mereka bisa menulis. Ternyata
menulis itu bisa dimulai kapan saja. Ternyata menulis itu tidak harus sesuai
bakat. Kegiatan menulis bisa dilakukan karena ada kemauan.
Kegiatan
terakhir, mereka saya ajak menulis satu paragraf dengan cara menyambung
kalimat. Orang pertama menuliskan satu kalimat, kemudian diberikan kepada orang
kedua, dan orang kedua meneruskan kalimat kedua, begitu seterusnya sampai orang
ke lima. Setelah menjadi satu paragraf, tulisan dikembalikan ke pemiliknya.
Mereka tertawa bahagia, tidak disangka bahwa tulisan tersebut menjadi sebuah
paragraf yang baik dan indah.
Sebelum
pembelajaran berakhir, saya berikan tips-tips bagaimana menulis itu muda
dilakukan. Jika tidak ada mood apa yang harus dilakukan? Kita bisa membaca
karya orang lain untuk menambah dan memperkaya ide agar bisa meneruskan menulis
lagi. Akhirnya mereka merasa bahwa menulis itu menyenangkan. Dengan semangat
mereka menulis cerpen. Karena pada
dasarnya keterampilan menulis bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan terus
diasah dan ada kemauan.
Alhamdulillah,
setelah berhasil mengubah mind side
murid-murid, bahwa menulis itu menyenangkan, mereka ada kemauan menulis cerpen
sebagai tagihan akhir proses pembelajaran. Tidak satu pun siswa yang malas
melakukannya. Tagihan itu dia selesaikan dengan gembira dan penuh rasa percaya
diri. Satu keberhasilan yang sangat memuaskan bahwa yang kita lakukan bisa
diterima murid-murid. Bukan tidak mudah tetapi melalui proses berinovasi dan
berkreasi. Ternyata membelajarkan murid agar berhasil mencapai kompentensi
harus dilakukan dengan aksi bukan sekadar tradisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar