Senin, 25 November 2019

Dengan Literasi Ciptakan Generasi Unggul dan Beretika



Latar Belakang
Mewujudkan generasi handal, unggul, dan berbudi adalah harapan setiap pendidik. Tidak terlalu muluk, sekurang-kurangnya generasi tersebut lebih baik dengan generasi sebelumnya. Keberhasilan mereka, kehebatan mereka, merupakan kebanggaan kita sebagai seorang pendidik. Oleh karena itu pendidik yang sukses adalah pendidik yang mampu menciptakan generasi yang lebih baik dari dirinya.

Keberhasilan pendidik tentu tak mudah diwujudkan. Apalagi di zaman teknologi semakin canggih. Pergaulan, informasi apa pun yang kita inginkan dapat dengan mudah kita peroleh. Pergaulan generasi sekarang tanpa batas. Mereka bisa melakukan apa saja dengan mudah. Fasilitas serba ada. Tinggal bagaimana kita memfilter segala informasi dan kecanggihan teknologi tersebut untuk disajikan kepada generasi penerus bangsa. Agar mereka menjadi generasi yang kita mimpikan. Semua itu tanggung jawab bersama.

Siapa generasi unggul yang beretika? Dialah yang mampu meneruskan cita-cita para pejuang Indonesia. Dialah yang mampu menghadapi tantangan kemajuan zaman. Dialah yang mampu mengendalikan sumber daya alam yang dimiliki oleh nusantara. Tentunya yang jujur, serta memiliki kepribadian yang bisa diandalkan. Yaitu generasi yang gemilang.

Mundur majunya suatu bangsa bergantung pada generasi mudanya. Jika dalam suatu bangsa dan negara memiliki generasi yang gemilang, maka bangsa tersebut akan menjadi negara yang maju. Kegemilangan anak bangsa bisa diukur dengan pendidikan. Jika pendidikan di sebuah negara itu baik, maka akan tercipta generasi yang baik. Sebaliknya, jika dalam suatu negara proses pendidikannya jelek, maka tercipta generasi yang amburadul. Pada dasarnya setiap anak bangsa tentunya memiliki cita-cita yang baik, akan tetapi cita-cita tersebut harus didukung dan difasilitasi dengan berbagai sistem, di antaranya adalah sistem Literasi.

Gerakan Literasi sekolah memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat baca murid serta meningkatkan ketrampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai dengan baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan local, nasional, dan global sesuai dengan perkembangan murid., dan memotivasi siswa agar mempunyai mimpi yang lebih baik.

Dalam penyelenggaraan pendidikan tidak akan berhasil tanpa dibarengi dengan pelaksanaan yang baik. Selain itu juga budaya belajar yang baik, metode yang baik, prinsip yang baik, dan memotivasi murid agar memunyai cita-cita yang lebih baik. Untuk menjalankan semua itu maka harus menggerakkan literasi di sekolah dengan sebaik-baiknya. Maka kini penulis menulis artikel ini berjudul “Dengan Literasi Ciptakan Generasi Unggul dan Beretika”.

Pembahasan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempercepat arus globlasisasi. Persaingan dalam kancah nasional maupun internasional semakin cepat. Apalagi Indonesia sudah masuk era revolusi 4.0. Untuk menghadapi persaingan tersebut diperlukan manusia-manusia unggul yang beretika. Hanya manusia unggul yang beretikalah yang mampu memenangkannya. Keunggulan tersebut sebaiknya tidak hanya secara pribadi, namun bisa berkelompok, hingga unggul sebangsa dan setanah air.

Generasi unggul yang beretika dapat diartikan sebagai generasi yang lebih baik dan berusaha keras untuk meraih prestasi. Generasi yang memiliki kecerdasan dan karakter yang mantap di dalam dirinya, selalu berdampak positif bagi diri sendiri, sesama, dan lingkungannya. Generasi tersebut juga telah mengalami pembentukan rasio secara matang di dalam dirinya. Sehingga mampu menghindari setiap perilaku tak bermoral dan kontra produktif lainnya.

Untuk menjadi generasi unggul yang beretika bukan sebuah kebetulan. Melainkan hasil dari proses yang diciptakan dan harus dimulai sejak dini. Menurut Byrnes, pendidikan anak usia dini akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya. Hal itu penting, karena di usia inilah akan terbentuk pendidikan yang bagus.

Menciptakan generasi unggul memang sulit dan butuh perjuangan. Namun akan lebih sulit jika manusia hidup tanpa sikap unggul yang melekat pada dirinya. Prasyarat untuk menjadi manusia yang unggul dan beretika yaitu memiliki kemampuan mengoreksi sikap mentalnya, lingkungan, dan sistem yang harus kondusif, dan memperbanyak silaturrahim. (Gymnastiar, 2002)

Kemampuan mengoreksi sikap mental bertujuan supaya bisa lebih ulet dan gigih dalam memacu dan menempah diri dibandingkan dengan orang lain. Sementara lingkungan berperan penting untuk menciptakan sebuah prestasi. Hal ini diyakini oleh penganut aliran behaviorisme, bahwa lingkungan pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan hidup seseorang. Oleh karena itu, generasi unggul yang beretika harus diciptakan dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan.

Seperti yang kita ketahui bahwa manusia memiliki kecerdasan berbeda-beda. Ada empat kecerdasan manusia, di antaranya: kecerdasan fisik, kecerdasan mental, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Demikian juga seorang murid, sebagai guru kita harus menggali dan mengembangkan kecerdasan yang dimiliki murid. Dengan harapan akan tercipta generasi yang gemilang.

Membangun karakter dan watak generasi gemilang melalui pendidikan mutlak diperlukan. Hal tersebut tidak hanya dilakukan di sekolah, namun dimulai dari lingkungan rumah dan masyarakat. Baik di lingkungan rumah maupun masyarakat diperlukan tokoh-tokoh yang patut diteladani. Di lingkungan sekolah, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan secara tidak langsung juga menjadi teladan bagi para murid. Dengan demikian untuk membentuk karakter murid dimulai dari teladan para pendidik, terutama guru.

Karekter tidak dapat dikembangkan secara cepat dan instan, tetapi melalui proses yang panjang dan sistemik. Pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan anak usia dini sampai dewasa. Pernyataan tersebut didukung oleh pemikiran Kohlberg (1992) bahwa ada empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu  (a)  tahap pembiasaan sebagai awal perkembangan karakter anak, (b) tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku, dan karakter murid, (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari, dan (d) tahap pemaknaan yaitu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka pahami dan lakukan. Jika seluruh tahap ini telah dilalui, maka pengaruh pendidikan terhadap pembentukan karakter murid akan berdampak secara berkelanjutan.

Dari pernyataan-pernyataan di atas, kita bisa menggarisbawahi bahwa untuk menghasilkan generasi unggul, cerdas, dan berkarakter maka orientasi pendidikan tidak hanya berfokus pada kecerdasan saja, tetapi juga pada kekuatan nilai-nilai moral yang harus diterapkan dalam keseharian. Selain itu pendidikan karakter harus dimulai dari sejak dini dan didukung dengan peran serta orang tua, masyarakat, dan sekolah. la akhirnya generasi Indonesia memiliki karakter yang baik yang secara spontan akan tercermin pada tingkah laku kesehariannya.

Setelah Indonesia memiliki generasi gemilang dan berkarakter, maka tugas guru belum selesai. Ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Bagaimana mengantarkan generasi gemilang mengahadapi tantangan revolusi 4.0. Tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus dilakukan, salah satu di antaranya terus memotivasi untuk memperluas wawasan. Luasnya wawasan bisa dilakukan dengan membudayakan literasi yang sebenarnya. Hingga akhirnya murid bisa berdaya yang berwirausaha.

Literasi merupakan kemampuan menalar yang berkait dengan kemampuan analisa, sintesa, dan evaluasi informasi yang bisa ditumbuhkan dengan terintegrasi dalam pelajaran. Banyak miskonsepsi tentang literasi. Membaca buku 15 menit sebelum pembelajaran dimulai, merupakan kegiatan yang dianggap sebagai beban semata. Mengapa demikian? Sebagian besar masyarakat memaknai literasi adalah membaca. Kenyataannya bukan demikian, literasi berhubungan dengan banyak hal. Hingga akhirnya menumbuhkan kreativitas dan inovasi murid.

Manfaat literasi meliputi berbagai aspek perkembangan. Bukan hanya kognitif, namun mencakup juga sosial, bahasa, dan emosi. Literasi berkait dengan keterampilan belajar dan mengambil keputusan, juga penyesuaian diri dengan lingkungan. Salah satu ciri masyarakat di masa kini yang nantinya ada di masa depan adalah jumlah informasi yang sangat banyak, jenis pekerjaan yang menuntut penalaran tingkat tinggi, semua itu membutuhkan literasi.

Kesimpulan
Lengkaplah sudah jika generasi gemilang, berkarakter, serta luas wawasannya. Guru tinggal mengarahkan kemana murid mengembangkan wirausahanya. Baik di bidang tulis menulis maupun wira usaha lainnya. Berkaca dari Menteri Pendidikan Nadim Makarim, sebelum menjabat sebagai pengusaha Gojek yang sangat terkenal. Terobosan-terobosan yang dilakukan beliau sangat diacungi jempol. Itulah teladan bagi  murid di zaman milenial ini.
Untuk mewujudkan impian penulis telah menciptakan generasi gemilang yang berdaya, telah tersebut murid yang bernama Aisy Rahmadani. Dari kegemaran dia mengamati lingkungan, membaca buku, dan kegiatan yang lain, otomatis dia memiliki wawasan yang luas. Pantaslah dia berhasil menulis dua buku novel. Dan kini dia melanjutkan studinya ke negeri Cina. Tidak hanya Aisy, masih banyak murid-murid hebatku yang telah berinovasi dan berkreasi hingga berhasil di bidangnya.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 "Panoptikum Tubuh Malam" Selasa, 3 Januari 2023 Jika saja aku Memakai satu kekuatan Dalam sekejap kau akan kuhapus Aku akan berte...